Langsung ke konten utama

Untuk Januari dan Februari










Kepada kalian, Januari dan Februari. 
Aku tahu kalian tidak mungkin dapat mendengarku apalagi menjawab dan membalas perkataanku. Aku sadar dan semesta tahu, aku sangat bodoh, berbicara dengan bulan yang ditemani oleh 30 hari bersamanya. 


Untuk Januari dan Februari. 
Terima kasih untuk waktu berharga saat itu. Kala itulah, Tuhan mulai mengubah hidupku. Segala tentang sedih dan kawan-kawannya(tangis), tangis beserta sahabatnya(luka), dan rasa sakit bersama temannya(kecewa), digantikan dengan senyum, tawa dan rasa bahagia. 


Kujalani dan lewati hari demi hari yang sangat berharga dan tak ternilai itu, dengan rasa yang baru saja lahir kemudian terus tumbuh dan berkembang secara pesat dan deras dengan sangat baik. Tidak tahu kenapa peta di hatiku menunjukkan bahwa arah yang benar untuk ku tuju adalah lelaki itu. "Dia". Sebab itulah aku mengikutinya, dan terus berjalan menuju kebahagiaan bersama rombongan cinta dalam makna "perasaan".


Untuk Januari, 
Ketika waktu sudah menunjukkan pukul nol-nol (00.00). 2017 berganti dan menjadi 2018. Minggu terakhir di tahun 2017, kemudian diawali dengan hari Senin pertama di tahun 2018. Tahun baru, perasaan baru, dan sosok baru. Kisah yang dirangkai selama 31 hari pada waktumu kala itu, wahai Januari. Kisah itu menghipnotisku. Sangat. Terasa semakin indah lirik-lirik lagu yang menggema dan bersuara di telingaku. Seakan-akan semakin bahagia ketika nada dari lagu-lagu itu masuk ke telingaku dan terkadang menguasai hatiku. Dan aku tahu, rasa bahagia itu benar adanya dan sangat nyata kehadirannya. 


Selama 31 hari di bulanmu, Januari. Rasa itu lahir, orang baru itu muncul. Terima kasih untuk setiap detik-detik berharga disertai kenangan-kenangannya yang lengkap pada waktu itu. Terima kasih Januari, terima kasih banyak dariku. Dan maafkan aku, karena bulan-bulan setelahmu, suasananya tidak senyaman saat aku bersama Januari. 


Dan untuk Februari,
(Juga) terima kasih. 
Ku terima segala yang terjadi dan ku kasihi yang telah dan pernah hadir pada waktu itu. Inilah makna "terima kasih" untuk Februari,  dariku. 
Mungkin Februari akan ku jumpai lagi, tapi tidak dengan kisah-kisah yang pernah bersamamu dulu, Februari. Disana ada sebuah kisah yang berhasil memenuhi setiap lembar buku catatanku. 


Aku rindu.
Ku harap waktu dapat mengirim surat-suratku untuk Januari dan Februari yang telah lama pergi. Lebih tepat kalau, aku lah yang meninggalkannya. Terima kasih kepada Januari dan Februari. Tiap-tiap lembar catatan yang dibawah maupun diatasnya ada nama kalian, hanya akan berdebu. Aku simpan sebagai bulan penyimpan kenangan terindah dalam hati, pun dalam hidupku. 





Banjarmasin, 
27-10-2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja Tanpa Langit

Langit, aku sedang menggerakkan pulpen tinta ini menggunakan tanganku, menuliskan kata per kata, kalimat demi kalimat, hingga tersusun menjadi paragraf yang tak cuma satu, dan terkumpul dalam satu buku. Buku rahasia milikku. Ini tentang dirimu, Langit. Senja, *** “Lagi ngapain sih, Langit?” tanyaku pada sosok yang berdiri tidak jauh di depanku sekarang. “Lagi mandangin senja. Lihat deh, Ja. Bagus banget.” Serunya namun agak santai. “Senja yang di langit itu, atau seorang Senja yang berada di belakangmu sekarang?” tanyaku lagi, kemudian langit membalikkan badannya mengarah padaku. “Hmm..senja yang mana, ya?” tanya Langit pada dirinya sendiri sembari menyengir. Langit yang terkenal sangat puitis ini selalu saja mengalahkanku dengan ucapan-ucapannya yang sering kali terdengar sederhana dan biasa, tetapi mampu membuat orang yang berbicara dengannya jatuh hati. Kemudian Langit tersenyum. Kini kami seperti bicara lewat jalur hati. Tanpa ada kalimat terucap, dengan bibir yang...

Aku

Iya, aku di sini. Tapi kurasa kamu memang tidak akan bisa menemukan diriku yang dulu lagi. Iya, aku adalah aku. Yang menyayangimu. Tapi kurasa, aku bukan lagi aku yang dulu. Kamu tidak akan bisa menemukan sosok itu. Sosok aku seperti satu tahun yang lalu. Maaf, tapi jangan khawatir, karena aku akan selalu menjadi orang yang sangat menyayangimu. Hanya saja, kamu telah kehilanganku. Kehilangan segala tentang aku yang dulu. Aku yang dulu dengan beraninya mendekatimu, Aku yang dulunya punya rasa percaya diri yang sangat besar untuk menyatakan semuanya padamu, Yang dulunya tak pernah segan mengejarmu, Yang dulunya, selalu memberimu senyum, memberimu rasa, memberimu bahagia, dan segalanya. Sekarang, yang bisa aku beri cuma rasa sayang. Rasa sayang yang tersimpan, tersembunyi, terselubung dalam ruang yang masih setia kujaga, ruang hati. Ruang hati yang dulunya pernah aku buka untukmu sepenuhnya. Kamu mengenalku, iya. Kamu memahamiku, iya. Kamu menyayangiku, aku tahu ...

Pelukan yang Kembali

Senyum tiada bosannya bersembunyi, bersembunyi dengan waktu yang tak singkat di balik kesedihan, di balik penantian panjang yang sudah lama masih menjadi tema dalam kesendirianku. Murung menanti Raga. Sosok yang sudah lama aku rindukan. Sosok yang mengubah hidupku lebih bewarna. Raga lah yang membuat hidupku menjadi lebih berarti hingga aku berani percaya diri dan telah mengenal diriku sendiri. Tidak ada cukup kata dan kalimat  dirangkaikan untuknya, tidak cukup selembar tulisan puisi untuk menjelaskan siapa dirinya.  Aku hanya bisa menunggu dan terus menunggu dengan perasaan cinta yang begitu dalam untuknya, untuk Raga. Dan saat ini, rangkaian kalimat tentang penantian dan kerinduan itu tak lagi berlaku. Telah berakhir sampai disana, ketika akhirnya sosok Raga yang sangat kurindukan itu kembali padaku. Diary hari ini, Rindu, *** kembali ke rekaman masa lalu 6 tahun yang lalu sebelum hari ini.  “Sekarang waktunya kita istirahat.” Kata ibu mata pelajaran ...