Langsung ke konten utama

Postingan

PRASANGKA

Postingan terbaru

Aku

Iya, aku di sini. Tapi kurasa kamu memang tidak akan bisa menemukan diriku yang dulu lagi. Iya, aku adalah aku. Yang menyayangimu. Tapi kurasa, aku bukan lagi aku yang dulu. Kamu tidak akan bisa menemukan sosok itu. Sosok aku seperti satu tahun yang lalu. Maaf, tapi jangan khawatir, karena aku akan selalu menjadi orang yang sangat menyayangimu. Hanya saja, kamu telah kehilanganku. Kehilangan segala tentang aku yang dulu. Aku yang dulu dengan beraninya mendekatimu, Aku yang dulunya punya rasa percaya diri yang sangat besar untuk menyatakan semuanya padamu, Yang dulunya tak pernah segan mengejarmu, Yang dulunya, selalu memberimu senyum, memberimu rasa, memberimu bahagia, dan segalanya. Sekarang, yang bisa aku beri cuma rasa sayang. Rasa sayang yang tersimpan, tersembunyi, terselubung dalam ruang yang masih setia kujaga, ruang hati. Ruang hati yang dulunya pernah aku buka untukmu sepenuhnya. Kamu mengenalku, iya. Kamu memahamiku, iya. Kamu menyayangiku, aku tahu

Yang Berharap Menjadi Rumah

Rombongan rangkaian memori pada masa-masa itu datang Silih berganti Rangkaian membentuk suatu kenangan Yang sudah lama terbentuk Namun pernah dilebur dalam-dalam dan kembali bermunculan Kembali, mereka kembali Para kenangan yang tak letih minta untuk diulang Tepatnya, sakit di hati lah yang memaksa Rasa sayanglah yang meminta Menginginkan dan akan selalu mengharapkan Tokoh utama dalam cerita lama yang selalu dikenang itu, datang Kembali dan pulang Pulang pada rumah yang sudah lama ia tinggalkan berlama-lama Mengacaukan rumahnya Meruntuhkan setiap pertahanannya Mengoyak dindingnya Hingga tempat itu tak layak lagi disebut rumah Hanya kepingan tempat tua yang akan segera meluap dan hancur Namun, tak ada yang tahu Entah apa itu namanya Ia masih berharap bisa menjadi rumah bagi tokoh utamanya Akan selalu menjadi rumah setia Menaungi Melindungi Tempar pulang dan tinggal Akan selalu tinggal Rumah yang berharap ia bisa menjadi yang terbaik untuk tokoh itu Menja

Juli yang Sedih

Notif "Fi," Dia mengirim pesan padaku, setelah selama kurang lebih satu bulan kami berpisah karena sebuah alasan, yaitu kebosanan dan perselingkuhan. Ketika rasa cinta yang ia titipkan padaku selama lebih dari dua tahun itu lenyap termakan rasa bosannya yang akhirnya ia atasi dengan perselingkuhan. Terlebih lagi, ketika ia lebih memilih perempuan barunya dibandingkan diriku. Aku hancur saat itu juga, perpisahan kami diiringi kebencian, kemarahan. Hancur karena rasa bosan, yang seharusnya kebosanan sebesar apapun tidak akan mampu menghancurkan cinta dari keduanya yang telah tumbuh hingga begitu kuat. Aku membencinya, tetapi rasa benci itu hilang langsung dalam sekejap ketika ia muncul kembali meski sekedar mengirim pesan, aku begitu merindukannya.  Satu minggu sebelum aku memasuki sekolah baruku, hidup baruku juga, aku akan menjadi anak SMA, hidup di kota baru dan meninggalkan kampung tercintaku. Hari raya tahun ini, tanpa dilengkapi kehadirannya karena perpisaha

Pelukan yang Kembali

Senyum tiada bosannya bersembunyi, bersembunyi dengan waktu yang tak singkat di balik kesedihan, di balik penantian panjang yang sudah lama masih menjadi tema dalam kesendirianku. Murung menanti Raga. Sosok yang sudah lama aku rindukan. Sosok yang mengubah hidupku lebih bewarna. Raga lah yang membuat hidupku menjadi lebih berarti hingga aku berani percaya diri dan telah mengenal diriku sendiri. Tidak ada cukup kata dan kalimat  dirangkaikan untuknya, tidak cukup selembar tulisan puisi untuk menjelaskan siapa dirinya.  Aku hanya bisa menunggu dan terus menunggu dengan perasaan cinta yang begitu dalam untuknya, untuk Raga. Dan saat ini, rangkaian kalimat tentang penantian dan kerinduan itu tak lagi berlaku. Telah berakhir sampai disana, ketika akhirnya sosok Raga yang sangat kurindukan itu kembali padaku. Diary hari ini, Rindu, *** kembali ke rekaman masa lalu 6 tahun yang lalu sebelum hari ini.  “Sekarang waktunya kita istirahat.” Kata ibu mata pelajaran Biologi seraya

14

Di,  Kamu tahu hari ini hari apa? Ini hari Rabu, Dii. Memang benar sih, Rabu akan selalu kita temui di tiap minggu. Dalam sepekan akan selalu ada rabu. Sepertinya baru kali ini saja aku mencoba lebih menggalinya dan akhirnya aku baru sadar, tanggal-tanggal dan hari-hari di bulan November ini sama dengan Februari, dimulai dengan hari Kamis, tanggal 1 November. Sama, pada Februari pun juga begitu. Sama, Dii. Dan, yang paling penting adalah, hari Rabu ini, adalah tanggal 14, Dii. Hari yang sama beriringan dengan tanggal yang sama seperti pada bulan Februari. Aku bisa menghitungnya dengan jari, coba kamu hitung, Dii, sudah berapa bulan semenjak hari karnaval itu? 9 bulan, Dii.. Selama 9 bulan, aku bertahan dengan perasaan yang begitu dalam, perasaan yang tidak tahu munculnya dari mana, yang jelas, dia berasal dari hati. Hati yang mencoba menerima kenyataan baru, ketika kala itu, seluruh elemen dalam diriku memihak kepada satu rasa, yaitu cinta.  Kenapa aku baru saja mement

Senja Tanpa Langit

Langit, aku sedang menggerakkan pulpen tinta ini menggunakan tanganku, menuliskan kata per kata, kalimat demi kalimat, hingga tersusun menjadi paragraf yang tak cuma satu, dan terkumpul dalam satu buku. Buku rahasia milikku. Ini tentang dirimu, Langit. Senja, *** “Lagi ngapain sih, Langit?” tanyaku pada sosok yang berdiri tidak jauh di depanku sekarang. “Lagi mandangin senja. Lihat deh, Ja. Bagus banget.” Serunya namun agak santai. “Senja yang di langit itu, atau seorang Senja yang berada di belakangmu sekarang?” tanyaku lagi, kemudian langit membalikkan badannya mengarah padaku. “Hmm..senja yang mana, ya?” tanya Langit pada dirinya sendiri sembari menyengir. Langit yang terkenal sangat puitis ini selalu saja mengalahkanku dengan ucapan-ucapannya yang sering kali terdengar sederhana dan biasa, tetapi mampu membuat orang yang berbicara dengannya jatuh hati. Kemudian Langit tersenyum. Kini kami seperti bicara lewat jalur hati. Tanpa ada kalimat terucap, dengan bibir yang